Gedung Rumentang Siang, yang sejak lama dikenal sebagai pusat kesenian teater di Kota Bandung, kini menghadapi kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai saksi perjalanan Bandung menjadi barometer seni teater nasional, gedung ini seharusnya menjadi ruang ekspresi yang layak bagi para seniman. Namun kenyataannya, fasilitas gedung jauh dari memadai. Mulai dari sound system yang sudah tidak memadai, ruang rias yang sempit, hingga kursi penonton yang tidak nyaman—semua menjadi penghambat lahirnya pertunjukan berkualitas.
Tak hanya soal fasilitas, para pelaku seni teater kini juga dihadapkan pada masalah pendanaan. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melarang pemungutan dana di lingkungan sekolah berdampak besar terhadap keberlangsungan pertunjukan. Selama ini, tiket yang dijual kepada pelajar menjadi sumber utama biaya produksi. Tanpa itu, seniman kesulitan membiayai panggung, kostum, hingga honor pemain.
Para seniman tidak meminta banyak. Mereka hanya berharap pemerintah turun tangan secara nyata—memberikan dukungan anggaran, akses panggung gratis, dan program kolaboratif jangka panjang. Teater bukan sekadar hiburan, tapi wadah pendidikan, refleksi sosial, dan identitas budaya. Sudah saatnya seni teater mendapat tempat yang layak di rumahnya sendiri.
